Skip ke Konten

OPINI: SDGs dan Langkah-Langkah Kecil untuk Mencapainya

30 Juli, 2023 oleh
Hayana

Penulis: Selvy Anggriani Syarif (Dosen IAIN Parepare)

OPINI--- Seorang dosen memberikan tugas ke mahasiswanya setiap dua kali seminggu, pengumpulan tugas diunggah melalui aplikasi LMS atau disematkan di surat elektronik. Dosen tersebut lebih mudah dalam memeriksa tugas, tidak perlu membawa kertas berlembar di dalam tas sepanjang hari, lalu menumpuknya di tempat kerja atau di rumah.

Sebut saja dia pak A, mengajar di fakultas AZ. Dia tinggal tidak jauh dari kampus, sehari-hari dia menggunakan sepeda menuju ke kampus. Katanya sekaligus berolahraga dan juga menghemat uang bensin.

Seorang mahasiswa selalu membawa botol isi ulang saat ke kampus untuk menghemat uang jajan selama berkuliah. Dia sudah menghitung dapat menghemat Rp 60.000 setiap bulan dengan tidak membeli 1 botol air mineral seharga Rp 3.000 setiap harinya di kampus.

Ada satu mahasiswa lagi yang senang membawa kotak kemasan untuk digunakan saat berbelanja pentol, gorengan, atau makanan lain yang biasanya menggunakan plastik kemasan saat dibeli. Sayang saja membeli dua ribuan makanan menggunakan kemasan plastik yang membutuhkan waktu lama untuk terurai.

----

Cerita di atas, sekilas seperti sebuah keputusan personal seorang dosen atau mahasiswa untuk memberikan kemudahan pada diri sendiri, terkesan untuk kepentingan pribadi. Nyatanya keempat cerita di atas, setitik demi setitik bisa menjadi jembatan tercapainya salah satu atau beberapa tujuan pembangunan berkelanjutan yang menjadi kesepakatan bersama oleh beberapa negara di dunia.

Tujuan pembangunan berkelanjutan atau secara global dikenal sebagai Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan upaya pembangunan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara persisten, menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, dengan tetap menjaga kualitas lingkungan hidup dan memastikan adanya keadilan dan tata kelola yang baik untuk menjaga peningkatan kualitas hidup masyarakat dari generasi ke generasi. Agenda pembangunan yang disepakati secara global di sidang umum PBB pada September 2015 ini menjadi upaya untuk memastikan tercapainya beberapa agenda MDGs (agenda pendahulu) yang belum dapat diselesaikan hingga tahun 2015.

SDGs sebagai penyempurna MDGs karena (1) jauh lebih komprehensif dengan melibatkalebih banyak negara, baik itu negara maju maupun negara berkembang; (2) menggunakan sumber pendanaan yang lebih luas dengan pelibatan multi pihak, baik dari pemerintah maupun swasta; (3) menjunjung tinggi hak asasi manusia, sehingga dalam mengatasi kemiskinan tidak satu pun pihak mengalami diskriminasi dari dimensi mana pun; (4) inklusif yang menandakan no one left behind  untuk memastikan semua kelompok rentan dilibatkan; (5) pelibatan seluruh pemangku kepentingan mulai dari pemerintah, filantropi, pelaku usaha, LSM, akademisi, dan media; (6) target zero goals untuk seluruh tujuan SDGs; dan (7) tidak hanya memuat tujuan, SDGS juga menetapkan sarana pelaksanaan (means of implementation).

Terdapat 17 tujuan yang menjadi komitmen bersama untuk menyejahterakan masyarakat secara global di tahun 2030 nanti, yaitu (1) Tanpa Kemiskinan; (2) Tanpa Kelaparan; (3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera; (4) Pendidikan Berkualitas; (5) Kesetaraan Gender; (6) Air Bersih dan Sanitasi Layak; (7) Energi Bersih dan Terjangkau; (8) Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi; (9) Industri, Inovasi dan Infrastruktur; (10) Berkurangnya Kesenjangan; (11) Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan; (12) Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab; (13) Penanganan Perubahan Iklim; (14) Ekosistem Lautan; (15) Ekosistem Daratan; (16) Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh; (17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. Demi kemudahan dalam pelaksanaan dan pemantauan, maka 17 tujuan di atas dengan penjabaran 169 target dikelompokkan lagi dalam empat pilar, yaitu pilar pembangunan sosial (meliputi tujuan 1, 2, 3, 4, dan 5); pilar pembangunan ekonomi (meliputi tujuan 7, 8, 9, 10, dan 17); pilar pembangunan lingkungan (meliputi tujuan 6, 11, 12, 13, 14, dan 15); serta pilar pembangunan hukum dan tata kelola (meliputi tujuan 16). Perlu dipertegas bahwa keempat pilar tersebut tidak dilaksanakan sendiri-sendiri, melainkan saling terkait dan mendukung satu sama lain.

Indonesia sebagai salah satu negara yang turut serta mendeklarasikan SDGs menyertakan SDGs dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai isu strategis yang harus segera dituntaskan. Tidak hanya di tingkat nasional, pemerintah daerah dengan bekerja sama dengan pemangku pihak lainnya turut serta mengambil andil untuk tercapat tujuan pembangunan berkelanjutan secara merata hingga pelosok tanah air.

Kenyataannya 17 tujuan ini terkesan ambisius dan untuk Indonesia harus dicapai dalam waktu yang tidak lagi panjang. Olehnya itu, dengan waktu dan sumber daya yang terbatas diperlukan penentuan prioritas tujuan dan target, serta memastikan seluruh pihak terlibat. Pertanyaannya sekarang, apakah hanya program besar dengan skala wilayah luas yang dapat dilakukan untuk mencapai SDGs? Apakah hanya pihak pemerintah, perusahaan swasta, filantropi besar atau LSM saja yang bisa turut andil dalam pencapaian SDGs di Indonesia atau di skala lokal?

Jawaban dari kedua pertanyaan tersebut adalah tidak. Tidak perlu program besar dengan skala luas atau pihak dengan pendanaan banyak serta memiliki kapasitas dan kemampuan besar yang dapat menyukseskan tercapainya SDGs di Indonesia. Hal-hal kecil yang dilakukan secara personal kelihatannya tetap mampu memberi andil. Apalagi jika hal-hal kecil tersebut dilakukan secara berkelanjutan dan disebarluaskan secara massif dimulai dari lingkungan terdekat kita, seperti di keluarga, di tempat kerja, bahkan di kampus, seperti yang dilakukan oleh keempat dosen dan mahasiswa di atas tadi.

Perguruan Tinggi sebagai agen perubahan harus bisa mengambil peran-peran dalam pencapaian SDGs. Melaksanakan tri dharma perguruan tinggi dengan menjadikan SDGs sebagai acuan adalah hal penting yang harus dilakukan. Namun, hal ini membutuhkan banyak penyesuaian dan harus dilakukan secara perlahan. Untuk memastikan keterlibatan perguruan tinggi dalam hal ini bisa dimulai dengan hal sederhana, yaitu memastikan kebiasaan baik keempat dosen dan mahasiswa di atas bisa dijalankan secara simultan dan diikuti oleh segenap civitas akademik di kampus.

Akan ada berapa banyak pohon yang terselematkan sebagai salah satu bentuk pencapaian target pilar pembangunan lingkungan dengan mengurangi penggunaan kertas, baik untuk administrasi, urusan tugas dan skripsi mahasiswa di kampus? Atau jika penggunaan kertas tidak terhindarkan perlu mencari cara daur ulang kertas dan memanfaatkannya kembali.

Kampus memberikan dukungan bagi kebiasaan baik dosen yang sering menggunakan sepeda mengajar, seperti menyediakan akses jalan bagi pesepeda atau menghijaukan kampus. Hal ini dapat membantu tercapainya pilar pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial secara berkesinambungan.

Menyediakan tempat pengisian ulang air yang berkualitas bisa sangat bisa membantu mahasiswa yang sehari-hari membawa wadah air sendiri. Selain mengurangi sampah plastik, kehadiran tempat pengisian ulang air bisa memberikan jaminan kehidupan sehat bagi mahasiswa sebagai bagian dari target pilar pembangunan sosial. Kondisi ini juga sekaligus sebagai bentuk sokongan tercapainya pilar pembangunan ekonomi dengan menghadirkan prasarana yang lebih memadai.

Sebagai penyelenggara pendidikan, perguruan tinggi harusnya mampu menyediakan akses bahan pangan baik untuk dikonsumsi oleh mahasiswa. Memastikan penjaja makanan dan minuman yang ada di kampus menjual makanan dengan gizi baik dan tidak lagi menggunakan kemasan sekali pakai penting untuk dilakukan. Karena perguruan tinggi dapat terlibat dalam pencapaian SDGs pada pilar pembangunan sosial, lingkungan, dan ekonomi.

Seluruh program yang dicanangkan perguruan tinggi tentu tidak akan terlepas dari target pembangunan hukum dan tata kelola yang baik.

Jadi bagaimana cara memulainya? Mari kita mulai dengan menjalankan aktivitas baik bagi diri sendiri dan secara perlahan mengajak orang terdekat kita untuk turut melakukannya. Perguruan tinggi sebagai salah satu pemangku kepentingan memiliki keharusan untuk mendukung kebiasaan baik itu. 

di dalam Opini
Hayana 30 Juli 2023
Label
Arsip