Dekan Fakshi IAIN Parepare Paparkan Disimplementasi Hukum Keluarga Islam dalam Pemenuhan Hak Mantan Istri Pasca Cerai di Seminar Internasional Malaysia

28 Oktober, 2024 oleh
Irmawati

Humas IAIN Parepare -- Dekan Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Islam (Fakshi) IAIN Parepare, Dr. Rahmawati, M.Ag menjadi pembicara pada Seminar Internasional "The 3rd Samarah International Conference on Islamic Law and Islamic Family Law" yang diselenggarakan oleh Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) pada Kamis, 24 Oktober 2024.


Pada kesempatan tersebut, Dr. Rahmawati mempresentasikan penelitian yang berjudul "Disimplementasi Hukum Keluarga Islam dalam Pemenuhan Hak-hak Mantan Istri Pasca Cerai di Indonesia."


Dalam presentasinya, Dr. Rahmawati mengangkat permasalahan disimplementasi hukum keluarga Islam yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. "Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri bentuk-bentuk disimplementasi hukum keluarga Islam dalam pemenuhan hak-hak mantan istri pasca bercerai," ujar Dr. Rahmawati.


Menurutnya, disimplementasi hukum ini telah memberikan dampak negatif yang cukup signifikan bagi masyarakat, terutama bagi para mantan istri yang seharusnya dilindungi oleh undang-undang.


Dr. Rahmawati menjelaskan bahwa ketidakadilan, ketidakpastian hukum, dan frustrasi menjadi dampak utama dari disimplementasi hukum ini. "Ketika hak-hak mantan istri tidak terpenuhi, maka kondisi mereka justru semakin rentan baik secara ekonomi, sosial, maupun psikologis," tuturnya. Hal ini, menurutnya, seharusnya menjadi perhatian serius bagi para pemangku kebijakan agar Hukum Keluarga Islam dapat benar-benar ditegakkan.


Penelitian Dr. Rahmawati menggunakan desain "studi lapangan" yang berfokus pada disimplementasi pemenuhan hak-hak mantan istri pasca cerai di pengadilan agama di empat daerah, yakni Pinrang, Sidrap, Tangerang, dan Pariaman. Melalui wawancara langsung dengan para responden, Dr. Rahmawati mengumpulkan berbagai data terkait kendala yang dihadapi dalam pemenuhan hak mantan istri.


Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode interpretasi melalui tiga tahapan: restatement, description, dan interpretation. Metode ini digunakan untuk mendapatkan pemahaman mendalam terkait permasalahan yang dihadapi oleh mantan istri dalam mengakses hak-hak mereka pasca perceraian.


Dr. Rahmawati mengungkapkan tiga faktor utama yang menyebabkan terjadinya disimplementasi hukum keluarga Islam dalam pemenuhan hak-hak mantan istri. Pertama, adanya pengabaian mantan suami terhadap kewajiban pemenuhan hak-hak mantan istri. "Banyak mantan suami yang tidak memenuhi hak-hak mantan istri seperti yang telah diatur dalam putusan pengadilan agama," jelasnya.


Faktor kedua adalah birokrasi yang berbelit-belit dalam proses eksekusi pemenuhan hak istri. Menurut Dr. Rahmawati, proses ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, yang justru menjadi hambatan bagi para mantan istri untuk mendapatkan hak-haknya. "Banyak mantan istri merasa kesulitan untuk mengakses hak-hak mereka karena harus menghadapi proses birokrasi yang panjang dan mahal," tambahnya.


Faktor ketiga yang menjadi penghambat pemenuhan hak mantan istri adalah kelemahan dalam penegakan hukum. "Minimnya sanksi bagi mantan suami yang tidak memenuhi kewajibannya, serta rendahnya literasi hukum bagi para mantan istri terkait hak-hak mereka menjadi kendala yang serius," ungkap Dr. Rahmawati. Menurutnya, ketidaktahuan mantan istri akan hak-haknya membuat mereka rentan terhadap pelanggaran hak.


Dengan temuan ini, Dr. Rahmawati berharap adanya perbaikan sistem penegakan Hukum Keluarga Islam di Indonesia agar hak-hak mantan istri dapat dipenuhi dengan baik. "Sudah saatnya pemerintah dan pihak terkait meningkatkan literasi hukum dan memberikan perlindungan yang lebih efektif bagi para mantan istri," pungkasnya. (mis/alf)

di dalam Berita
Irmawati 28 Oktober, 2024
Label
Arsip