Oleh: Andi Marlina ( Kaprodi Hukum Pidana Islam IAIN Parepare )
OPINI– Motif merupakan hal yang mendorong seseorang dalam melakukan suatu perbuatan atau lebih tepatnya alasan untuk melakukan sesuatu. Jika motif dikaitkan dengan kejahatan, maka motif merupakan sikap batin pelaku (mens rea) dalam melakukan suatu perbuatan jahat atau suatu tindak pidana.
Dalam hukum pidana, dikenal salah satu ilmu bantu, yaitu ilmu kriminologi. Berbicara kriminologi berarti berbicara tentang kejahatan, pelaku kejahatan, faktor penyebab orang melakukan kejahatan dan cara penanggulangan kejahatan. Dalam Ilmu kriminologi juga dipelajari berbagai macam motif kejahatan diantaranya motif kejahatan ekonomi, motif kejahatan seksual, motif kejahatan dengan kekerasan dan motif kejahatan politik.
Menurut ilmu kriminologi, pelaku kejahatan selalu disertai dengan motif. Namun motif bukanlah unsur delik yang terdapat dalam rumusan pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sehingga motif tidaklah harus dibuktikan dalam proses di persidangan. Pernyataan yang menarik, apabila motif disamakan dengan kesengajaan. Menurut penulis, motif dengan kesengajaan merupakan dua hal yang berbeda. Motif bukanlah unsur delik, sedangkan kesengajaan merupakan salah satu unsur delik, khususnya dalam kasus kejahatan terhadap nyawa. Sehingga pada unsur kesengajaan atau lebih dikenal dengan dolus merupakan salah satu unsur kesalahan yang ada kaitannya dengan pertanggungjawaban pidana.
Berbicara tentang motif dalam delik terhadap nyawa khususnya pada kasus pembunuhan berencana (moord) yang diatur dalam Pasal 340 KUHP unsur-unsur deliknya, yaitu unsur kesengajaan dan direncanakan terlebih dahulu untuk menghilangkan nyawa orang lain. Terhadap beberapa unsur delik tersebut harus dibuktikan dalam proses di persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum sebagaimana dalam surat dakwaannya.
Unsur delik dalam pembunuhan berencana (moord) dengan unsur delik pembunuhan biasa (doodslage) itu sama, hanya pada pembunuhan berencana ditambah dengan unsur perencanaan. Perencanaan dimaksud adalah persiapan untuk melakukan kejahatan atau pembunuhan berencana yang telah dipikirkan terlebih dahulu (met voorbedachten rade) secara matang, suasana tenang (memikirkan secara tenang), memperhitungkan apa yang akan dilakukan dan terdapat tenggang waktu antara niat untuk membunuh, mempersiapkan (baik alat/instrumen yang digunakan) sampai pada pelaksanaan perbuatan (eksekusi pembunuhan).
Selain pada persamaan antara unsur delik dalam pembunuhan berencana dengan pembunuhan biasa, juga terdapat perbedaan. Pada pembunuhan biasa, perbuatannya dilakukan secara seketika pada waktu timbul adanya niat jahat, sedangkan pada pembunuhan berencana, perbuatan tidak dilaksanakan seketika pada saat niat jahat itu timbul, namun ada waktu untuk memikirkan apakah melakukan pembunuhan atau tidak, mempertimbangkan dengan cara bagaimana melakukan pembunuhan.
Apabila kita melihat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jerman (St.G.B), dan KUHP Indonesia tidaklah mensyaratkan motif sebagai unsur delik. Dalam kasus pembunuhan berencana, cukup apabila pelaku dengan tenang merencanakan yang disertai persiapan dan pelaksanaan perbuatan. Namun oleh Van Bemmelen, motif dapat membantu meyakinkan hakim dalam mengambil keputusan, ringan atau beratnya suatu putusan pemidanaan terhadap terdakwa.
Pada opini ini, penulis masih menggunakan pasal dalam KUHP tahun 1946 (belum menyesuaikan dengan pasal dalam KUHP baru, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
24 January, 2023
by
Hayana
in Opinion
Hayana
January 24, 2023
Motif Bukan Unsur Delik dalam Kasus Pembunuhan Berencana (Moord)