oleh: Dr. Ahdar, S.Ag., S.Sos., M.Pd. (Ketua Prodi Tadris IPS)
BACA BAGIAN I: (https://www.iainpare.ac.id/blog/opini-5/kurban-sebagai-ibadah-pembebasan-sosial-bagian-i-2185)
Pengorbanan Ibrahim adalah pendapat lain dari Ibnu Arabi yang menggelisahkan banyak umat Islam, antara lain. Ibn Arabi berpendapat bahwa Ishaq, yang identik dengan Yahudi non-Kristen, adalah target dari perintah Allah untuk disembelih, dan kejadian tersebut terjadi di Yerusalem dan bukan Mekah. Ada juga banyak komentator lain yang berpendapat demikian, tetapi setidaknya mereka sedikit skeptis, dengan mengatakan bahwa mungkin saja Tuhan menyuruh Ishak dan Ismail untuk pergi ke Abraham. Ibn Arabi hanya menyebut Ishaq, padahal peristiwa itu terjadi pada waktu dan lokasi yang berbeda—satu di Mekkah dan satu lagi di Yerusalem.
Yahudi dan Kristen berhipotesis bahwa Ibnu Arabi terus lebih fokus pada sumber-sumber Yudeo-Kristen ketika datang ke Ishaq. Namun, para sarjana melihat ini sebagai titik lemah Ibn Arabi. Hal ini disebabkan para ulama memiliki argumentasi yang sangat baik untuk menyatakan bahwa Ismail adalah orang yang ingin dikurbankan, mengingat apa yang terjadi di Mekkah. Pertama, perayaan acara tersebut menjadi kebiasaan di Makkah. Kedua, umat Islam juga mewarisi haji saat ini dari pengalaman Ibrahim, Ismail, dan Hajar. Sebaliknya, tidak ada kebiasaan seperti itu di Yerusalem. Ini sebanding dengan paleoantropologi di mana Makkah memiliki filosofi sementara Yerusalem tidak. Fosil Ibrahim yang hendak menyembelih putranya Ismail dimasukkan dalam ritual kurban Idul Adha. Catatan tersebut di atas menjadi dasar terciptanya ibadah haji dan ritual kurban bagi seluruh umat Islam di seluruh dunia.
Haji dan kurban adalah perjuangan manusia melawan kesia-siaan, serangkaian ritual dan bahasa spiritualitas yang digunakan dalam Islam untuk menciptakan makna hidup bagi pemeluknya, dan haji dan kurban adalah ritual yang membutuhkan makna pembebasan. perjuangan yang melampaui kehidupan saat ini dalam tatanan sistemik dan pada akhirnya membawa manusia ke siklus hidup yang sia-sia. Hidup dalam proses perubahan, di mana manusia selalu dituntut memenuhi kebutuhannya hari ini untuk kembali memenuhi kebutuhannya esok hari, jelas bertentangan dengan firman Tuhan: Hidup hanya ditandai dengan pergantian siang dan malam. bahkan dalam keadaan merugi demi waktu.
Haji dank urban adalah panggilan untuk melampaui rutinitas hidup yang rumit, tragis, dan melelahkan. Ini adalah kesadaran pertama, kebangkitan, dan perluasan jalan bagi manusia. Dengan merencanakan untuk berkorban dan pergi berziarah, orang berjanji untuk lepas dari nasib tragis mereka. Ibadah kurban jelas mencerminkan, menurut Jalaluddin Rahmat, pesan solidaritas sosial Islam: dengan berkurban, kita mendekatkan saudara-saudara kita yang kurang beruntung kepada kita. Jika Anda bahagia, Anda harus berbagi kebahagiaan itu dengan orang lain. Saat Anda berpuasa, Anda mengalami rasa lapar yang sama seperti orang miskin. Mereka yang mustadh'afiin diajak merasakan kenyang sama seperti Anda selama ibadah kurban. Semangat ini memberikan tiga makna penting sekaligus pada perayaan Idul Adha dan ritual kurban.
Pertama-tama, pentingnya pengabdian manusia kepada Sang Pencipta. Meski harus mengorbankan anak tercinta, kurban adalah tanda penyerahan total manusia kepada Tuhan. Makna sosial Kdua adalah orang beriman dilarang mendekati orang yang memiliki banyak uang tetapi tidak mengikuti tata cara kurban. Nabi bermaksud untuk mengajar umatnya agar peka dan berbelas kasih terhadap orang lain dalam situasi itu. Selain zakat, infak, dan sedekah yang Islam gunakan untuk menunjukkan kepekaan sosial, kurban merupakan media ritual. Ketiga, yang dikorbankan adalah simbol keserakahan dan kebinatangan manusia—seperti ambisi, penindasan, dan agresi—yang cenderung mengabaikan norma sosial dan hukum dalam kaitannya dengan kehidupan yang hakiki. Menurut Ali Shariati, kisah pembunuhan Ismail pada dasarnya merupakan refleksi dari kelemahan iman manusia, yang menghalangi kebajikan, menjadikan manusia egois, dan menyebabkan manusia mengabaikan panggilan Allah dan perintah kebenaran.
menyembah orang mati sebagai jalan keluar dari tauhid. Hukum detasemen dapat dilihat dalam pelayanan kurban yang Allah perintahkan untuk kita lakukan.
Selain mendekatkan manusia kepada Tuhan, ibadah kurban dan ritual juga bertujuan mendekatkan manusia satu sama lain. Ini ditafsirkan oleh Ali Shariati sebagai metafora untuk penghancuran dan kematian ego. Pesan bahwa umat Islam harus mengutamakan persaudaraan dan kesetiakawanan sosial serta lebih dekat dengan fakir miskin juga disampaikan melalui ibadah kurban.
Referensi:
Choirul Mahfud. TAFSIR SOSIAL KONTEKSTUAL IBADAH KURBAN DALAM Islam.(jurnal: Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan Lembaga Kajian Agama dan Sosial (LKAS) Surabaya 2014.
Dudung abdurrahman. Ibadah kurban untuk kedamaian hidup kita. jurnal: UIN sunan kalijaga Yogyakarta 2015.
Mutiara Andalas. Spiritualitas Pembebasan dalam Teologi Sosial. Jurnal Spiritualitas Ignasian 2017.
Kurban sebagai Ibadah Pembebasan Sosial (Bagian II)