Pandemi Covid 19: Alarm Kebebalan Semesta?
Penulis: Dr. Abdul Halik (Dosen IAIN Parepare)
OPINI — Ungkapan klasik dari seorang tokoh kontroversi Turky di awal Abad 20, Mustafa Kemal Attaturk, menyatakan bahwa: “The Biggest Battle Is the War against Ignorance”, terjemahan bebasnya: “Pertempuran Terbesar adalah Melawan Ketidaktahuan”.
Prolog
Akhir Desember 2019, Berita mengejutkan mewarnai dalam lini mass media, baik media mainstream maupun media sosial, dari belahan dunia Asia Timur, tepatnya di Kota Wuhan, Republik Rakyat Tiongkok (dulu disebut RRC). Suatu situasi hidup menjadi ‘shock terapy’ bagi dunia, Wuhan mirip kota Zombi (Mnews, 26 Januari 2020), manusia berjatuhan di jalanan dan berbagai tempat publik.
Banyaknya korban bahkan meninggal, ahli kesehatan menilai adanya virus Corona jenis baru (WHO sebut Covid-19) yang menyebabkan kematian bagi yang terinfeksi. Kematian yang tak terkendali, membuat Wuhan di lockdown oleh Pemerintah RRT, untuk menghambat Pandemi Covid-19 tersebut.
Namun demikian, interaksi sosial begitu masif, penyebaran Covid-19 ini cepat merambah ke negeri tetangga, seperti Korea Selatan, Jepang, dan Asia Tenggara, kemudian menyebar ke Asia (Iran terparah), lalu Eropa, Afrika, dan menyeberang ke Amerika Serikat, Kanada, dan negara Amerika Latin (200 negara terpapar, Acehonline, 29 Maret 2020).
Fakta baru di era globalisasi ini, sebuah Pandemi Virus yang sangat masif karena melalui interaksi manusia, dan yang cepat tertular adalah orang yang memiliki interaksi sosial yang luas. Pandemi Covid-19 menyerang siapa saja tanpa mengenal kelas sosial, ekonomi, politik, pendidikan, bahkan profesi.
Covid-19 menyerang seperti ‘membabi buta’ kepada orang yang lengah, atau egois, atau arogan atas maklumat Paramedis (kedokteran) dan Pemerintah. Kini tokoh besar yang korban Pandemi Covid-19, adalah Wakil Menkes Iran (Iraj Harirchi), Wakil Presiden Iran Urusan Perempuan (Masoumeh Ebtekar), PM Inggris, Pangeran Charles, dan Ratu Elizabet II (Liputan6.com, 29 Maret 2020), Sophie Gregoire (Istri PM Kanada) dan dinyatakan sembuh dari Covid19 (Kompas.com, 29 Maret 2020), Rektor Harvard University dan istrinya (detiknews, 25 Maret 2020), Paulo Dybala, Bintang Bola Juventus (detikSports, 28 Maret 2020), dan di Indonesia ada Menhub Budi Karya, Walikota, Bupati, professor, dokter, perawat, dan seterusnya.
Indonesia awalnya, dari berbagai sumber berita di media, menilai Covid-19 bukanlah sebuah ‘ancaman’ karena tidak berkembang kuat di negara tropis (Tribunnews, 29 Pebruari 2020), Tangkal Pandemi Covid-19 dengan minum jamu (Warta Ekonomi.co.id, 16 Maret 2020), minum susu kuda liar (Tagar.id, 11 Maret 2020), makan ‘nasi kucing’ (Bangkapos.com, 14 Maret 2020), dan seterusnya.
Meskipun pernyataan elit bangsa ini terkesan canda alias humor, dinilai cukup efektif menenangkan rakyat dari pandemi Covid-19. Di tempat berbeda, suara ‘oposan’ semakin berkelindang kritik Pemerintah di tengah Pandemi Covid-19, atas kebijakan insentif pariwisata (Tempo.co, 7 Maret 2020), anggaran influencer sebesar 72 M? (Kompasiana, 7 Maret 2020), datangnya TKA asal Covid-19 mewabah (detikNews, 7 Maret 2020), dan seterusnya. Terjadinya dua sisi (pemerintah dan oposisi) terhadap respon pandemi Covid-19 adalah suatu dinamika dan dialektis dalam kehidupan demokrasi. Keduanya dinilai benar dengan nalarnya masing-masing.
31 March, 2020
by
| No comments yet
webadmin1
in News
webadmin1
31 March, 2020
Tags
blog kami
Archive
Sign in to leave a comment
Pandemi Covid 19: Alarm Kebebalan Semesta?