Pasca-KKN: Kenangan yang Tak Pernah Sepenuhnya Pergi

Penulis: Muhammad Alwi (Panitia KKN Angkatan 35)
24 Agustus, 2024 oleh
Nur Aeni K

Setiap orang yang pernah menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) pasti menyimpan sepotong kenangan yang sulit dihapus. Bagi sebagian orang, KKN mungkin hanyalah sebuah program wajib dalam rangkaian studi mereka, namun bagi yang pernah benar-benar merasakannya, KKN adalah lebih dari sekadar kewajiban akademis. Ia adalah sebuah pengalaman hidup yang membekas, membawa serta pelajaran yang tak ternilai dalam mengarungi kehidupan.

Seperti kata Leila S. Chudori dalam novelnya, "Pulang": “Setiap kenangan adalah fragmentasi waktu yang terukir dalam ruang batin kita.” Kenangan itu bukan hanya sekadar ingatan, tetapi bagian integral dari perjalanan kita yang memberi makna dan warna pada eksistensi kita. Ini adalah narasi yang tepat menggambarkan apa yang saya rasakan tentang KKN. Pengalaman selama 45 hari di Kabupaten Polman bersama mahasiswa KKN angkatan 35 IAIN Parepare telah meninggalkan jejak yang mendalam, tidak hanya bagi saya tetapi juga bagi masyarakat setempat.

Ketika program KKN dimulai, tidak ada yang tahu seberapa dalam ikatan yang akan terbentuk antara mahasiswa dan masyarakat. Mulanya, ini mungkin hanya tentang menjalankan program, memenuhi kewajiban akademis, dan menyelesaikan laporan. Namun, seiring berjalannya waktu, perasaan yang terbentuk ternyata jauh lebih kompleks. Ikatan yang terjalin antara mahasiswa dan masyarakat tidak sekadar hubungan formal, tetapi berkembang menjadi hubungan yang lebih emosional. Ada rasa berat saat tiba waktunya untuk berpisah, seolah-olah semua kenangan yang telah dibangun bersama dalam waktu singkat tidak ingin dilepaskan begitu saja.

Apa yang membuat KKN menjadi pengalaman yang tak terlupakan adalah pelajaran-pelajaran hidup yang kita peroleh selama berada di tengah masyarakat. Kita belajar tentang arti sesungguhnya dari kesederhanaan, tentang bagaimana nilai-nilai kemanusiaan dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Dalam setiap senyuman dan pelukan hangat dari warga desa, kita diajak untuk merenungi makna hidup yang sesungguhnya. Kita belajar bahwa kebahagiaan tidak selalu tentang materi, tetapi tentang hubungan manusia, tentang kerja sama, dan tentang rasa syukur atas apa yang kita miliki.

Tidak hanya itu, KKN juga menjadi cermin bagi diri kita sendiri. Di tengah kesibukan program, ada saat-saat hening di mana kita merenung tentang masa depan, tentang impian, dan tentang siapa diri kita sebenarnya. Ini adalah momen di mana kita dipaksa keluar dari zona nyaman, menghadapi tantangan-tantangan yang mungkin tidak pernah kita duga sebelumnya. Pengalaman inilah yang membentuk karakter kita, memperkaya jiwa, dan meninggalkan kesan yang mendalam.

Kembali ke kehidupan kampus setelah KKN adalah sebuah proses yang tak mudah. Kita kembali pada rutinitas, namun setiap kali kita mendengar suara anak-anak bermain atau mencium aroma kopi, ingatan kita melayang kembali ke masa-masa KKN. Saat-saat tersebut adalah ketika kita tidak hanya belajar dan berkembang sebagai mahasiswa, tetapi juga sebagai manusia.

Kenangan tentang KKN tak pernah benar-benar hilang. Ia akan terus hidup dalam hati kita, muncul di saat-saat yang tak terduga, membawa senyum, dan kadang juga air mata. KKN mengajarkan kita bahwa dalam setiap langkah kecil yang kita ambil, ada pelajaran besar yang bisa kita petik. Dan meskipun kita sudah jauh dari desa, jiwa kita akan selalu membawa bagian kecil dari kenangan itu ke mana pun kita pergi. Sebuah kenangan yang tak pernah sepenuhnya hilang dan mungkin membuat kita merasa sedikit rindu untuk kembali.

Pengalaman KKN adalah sebuah perjalanan yang tak tergantikan, sebuah fase yang mengajarkan kita untuk memahami lebih dalam tentang kehidupan, tentang diri kita sendiri, dan tentang peran kita di dunia ini. Dan itulah mengapa kenangan KKN akan selalu menjadi bagian dari kita, bagian yang tak pernah sepenuhnya pergi.


di dalam Opini
Nur Aeni K 24 Agustus, 2024
Label
Arsip