Skip ke Konten

OPINI: Meneroka Moderasi Beragama dari Tradisi Budaya Masyarakat Toraja

21 Agustus, 2023 oleh
mahyuddin

Oleh: Mahyuddin ( Dosen Sosiologi Agama, Kapus Pengembangan Mutu, Karier Mahasiswa dan Alumni)

Tana Toraja merupakan salah satu daerah yang terkenal di Sulawesi Selatan dengan kerukunan sosial warganya yang sangat baik. Kerukunan sosial umat beragama di Toraja tercermin dalam harmoni antara komunitas yang berbeda keyakinan di tengah budaya dan adat istiadat yang kuat. Meskipun mayoritas masyarakat Toraja menganut agama Kristen Protestan, terutama aliran Toraja Kristen Protestan (Gereja Toraja), mereka hidup berdampingan dengan minoritas agama lain seperti Islam dan Katolik.

Di kehidupan sosial,  kerukunan umat beragama di Toraja sedikit banyak dipengaruhi oleh kehadiran adat istiadat.  Adat istiadat memiliki peran penting dalam membentuk pola hidup masyarakat Toraja. Adat budaya masyarakat yang senantiasa melibatkan komunitas dari berbagai agama, merupakan contoh konkret bagaimana adat dan budaya menjadi titik pertemuan dan memperkuat ikatan sosial. Adat istiadat masyarakat Toraja telah menciptakan landasan nilai yang menghormati perbedaan dan mempromosikan kerukunan.

Dalam kehidupan sehari-hari misalnya, anggota komunitas agama yang berbeda berinteraksi dengan harmonis. Mereka saling mengunjungi dan saling mengundang dalam berbagai acara, termasuk pernikahan, kelahiran, dan kematian. Interaksi seperti ini membantu memperkuat hubungan sosial dan membangun pengertian antaragama. Partisipasi dalam upacara adat telah mendukung lahirnya moderasi beragama. Hal tersebut karena meskipun mereka berbeda keyakinan, umat agama Kristen Protestan, Katolik, Islam, dan tradisi agama lokal tetap hadir dalam upacara adat Toraja. Ini menunjukkan rasa saling menghormati dan kemampuan untuk bersatu dalam momen-momen penting dalam kehidupan masyarakat.

Kondisi ini melahirkan sebuah sikap toleransi yang membumi di kehidupan sosial. Makanya, toleransi dalam perayaan agama di Toraja menjadi hal biasa, bahkan lazim di masyarakat. Sebagai contoh, pada saat perayaan agama tertentu, seperti Natal atau Idul Fitri, masyarakat beragama Kristen dan Islam sering saling mengucapkan selamat dan merayakan bersama. Toleransi ini tercermin dalam sikap terbuka untuk merayakan perayaan agama orang lain.

Menjadi sebuah pertanyaan mengapa kondisi ini bisa terjadi? Salah satu jawaban sederhana untuk menjawab pertanyaan ini ialah pendidikan toleransi demikian kuat di Tana Toraja. Pendidikan nilai-nilai toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan agama telah dimulai sejak dini. Keluarga, sekolah, dan pemimpin adat memiliki peran dalam membimbing generasi muda untuk menghormati agama dan budaya yang berbeda. Masyarakat Toraja umumnya memiliki penghormatan yang tinggi terhadap ruang privat dan agama orang lain. Mereka menjunjung tinggi prinsip menghormati tempat-tempat suci dan tidak merusakkan nilai-nilai religius orang lain.

Dalam konteks ini, terdapat komitmen terhadap kerukunan dari seluruh stekholder untuk menjaga moderasi beragama. Pemimpin agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat aktif bekerja sama untuk menjaga kerukunan antaragama. Mereka berperan dalam mengatasi konflik potensial dan mempromosikan dialog antaragama. Akhirnya, kehidupan sosial yang penuh dengan toleransi dan kerukunan umat beragama di Toraja demikian tercipta dengan baik. Itu terlihat dalam praktik sehari-hari masyarakat yang mencerminkan nilai-nilai gotong royong, penghormatan, dan saling menghargai di mana di tengah perbedaan keyakinan, masyarakat Toraja telah berhasil menciptakan lingkungan yang mendukung koeksistensi yang harmonis dan saling memperkaya satu sama lain.

Toraja telah memiliki sejarah kerukunan antaragama yang kuat. Di daerah ini, orang-orang berbeda agama seringkali berpartisipasi dalam upacara adat satu sama lain tanpa mengalami ketegangan. Mereka menghormati dan menghargai keyakinan orang lain, sambil tetap mempertahankan identitas agama dan budaya mereka sendiri. Hal ini telah memberikan kontribusi besar terhadap harmoni dan koeksistensi yang berlangsung selama bertahun-tahun. Dengan demikian, adat istiadat dan budaya Toraja memainkan peran penting dalam menjaga kerukunan sosial dan melahirkan moderasi beragama. Keterkaitan erat antara agama, adat istiadat, dan budaya membuat suku Toraja memiliki fondasi kuat untuk membangun hubungan yang saling menghormati dan menerima perbedaan.

Dalam konteks ini, adat istiadat yang kuat di Toraja telah membantu menjaga harmoni sosial yang memadukan ajaran agama dengan nilai-nilai budaya. Beberapa contoh tradisi dan adat istiadat yang menonjol dan memiliki keterikatan dalam menyokong moderasi beragama adalah sebagai berikut:

Rambu Solo': Salah satu sub tradisi yang paling terkenal di Toraja adalah "Rambu Solo'," sebuah upacara pemakaman yang rumit dan meriah. Meskipun mayoritas masyarakat Toraja adalah Kristen Protestan, upacara ini mencerminkan harmonisasi antara keyakinan Kristen dengan tradisi adat. Upacara ini melibatkan berbagai tahapan, termasuk pembersihan dan pemugaran mayat, penggunaan baju dan barang-barang yang bernilai simbolis, serta ritus-ritus religius yang dijalankan oleh pendeta. Sub tradisi ini menunjukkan bagaimana masyarakat Toraja memadukan elemen-elemen budaya dan agama dalam ritual kematian yang kompleks.

Aluk Todolo: Aluk Todolo adalah sistem kepercayaan tradisional suku Toraja sebelum mereka memeluk agama Kristen. Meskipun mayoritas masyarakat Toraja telah mengadopsi agama Kristen Protestan, nilai-nilai Aluk Todolo masih melekat dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Konsep ini mengajarkan nilai-nilai etika, persatuan, dan keseimbangan dengan alam. Meskipun tidak lagi menjadi agama utama, Aluk Todolo tetap memainkan peran dalam membentuk moralitas dan etika sosial masyarakat Toraja.

Ritual Pertemuan: Salah satu contoh kekuatan toleransi sosial adalah adanya ritual pertemuan antara keluarga-keluarga yang memiliki perbedaan agama. Misalnya, dalam perayaan pesta rambu (baca: rambu solo dan rambu tuka), yang melibatkan keluarga yang beragam keyakinan, mereka dapat berkumpul dan merayakan bersama, menghormati adat dan agama masing-masing.

Rumah Adat Tongkonan: Tongkonan adalah rumah adat suku Toraja yang memiliki makna khusus. Bangunan ini dianggap sakral dan memiliki simbolisme yang dalam terkait dengan leluhur, alam, dan kehidupan setelah kematian. Rumah-rumah ini juga menjadi tempat berkumpul dan berinteraksi bagi masyarakat, termasuk dalam acara-acara adat dan keagamaan. Mereka mencerminkan pentingnya keluarga, komunitas, dan kebersamaan dalam budaya Toraja.

Gotong Royong dalam Acara-adat: Dalam banyak upacara adat, masyarakat Toraja menerapkan prinsip gotong royong secara kuat. Misalnya, ketika ada acara adat seperti pembangunan rumah baru atau penyelenggaraan upacara, seluruh komunitas bekerja bersama-sama untuk membantu. Ini mencerminkan nilai-nilai solidaritas dan saling peduli, yang membentuk dasar dari kerukunan sosial yang ada.

Melalui tradisi dan adat istiadat yang kuat ini, masyarakat Toraja telah berhasil menciptakan lingkungan yang mendukung moderasi beragama. Pengintegrasian ajaran agama dengan nilai-nilai budaya dan tradisi lokal telah membantu menjaga harmoni dan kerukunan dalam kehidupan sehari-hari, sambil tetap mempertahankan identitas mereka sebagai suku masyarakat Toraja yang unik.


di dalam Opini
mahyuddin 21 Agustus 2023
Label
Arsip