Skip ke Konten

Kepemimpinan Perempuan dalam Bingkai Kesetaraan Gender (Tinjauan Perspektif Islam)

3 Mei, 2023 oleh
Hayana

OPINI--- Isu yang selalu menjadi perbincangan yang hangat untuk diulas lebih mendalam adalah kepemimpinan perempuan. Mulai dari, minimal 30% jumlah kursi di parlemen untuk perempuan, isu kesetaraan gender yang mengklaim bahwa perempuan hanyalah budak seks bagi suaminya, dan beberapa topik lainnya, semuanya menarik untuk ditelisik lebih dalam.

Masalah boleh atau tidaknya perempuan memegang posisi kepemimpinan telah lama diperdebatkan di arena publik Islam. Wacana kepemimpinan perempuan tinjauan perspektif Islam merupakan sesuatu yang selalu menarik untuk dibahas. Disebabkan karena kepemimpinan merupakan kesepakatan bersama antara pemimpin dan pengikut yang harus mampu mewujudkan rasa keadilan, mewujudkan rasa aman, dan menjaga keutuhan sebagai pemimpin dalam masyarakat.

Abdurrahman Wahid memberi peluang kepada perempuan memegang posisi kepemimpinan. Penerimaan laki-laki yang berada di bawah kepemimpinan perempuan sangat penting untuk keberhasilannya. Menurut Abdurrahman Wahid, para akademisi yang menganggap perempuan lebih lemah dari laki-laki adalah keliru. Berbeda dengan realitas sejarah, perempuan tidak memiliki kapasitas untuk memimpin jika berhadapan dengan laki-laki. Beberapa wanita telah memegang posisi kekuasaan sepanjang sejarah, termasuk Ratu Balqis, Cleopatra, Margaret Theatcher, Benazir Bhutto, dan Corie Aquino. Abdurrahman Wahid sangat menerima kualifikasi Megawati Soekarnoputri sebagai presiden.

Kesetaraan Gender saat ini masih menjadi polemik disebabkan karena belenggu Budaya Patriarki yang melekat di masyarakat. Sehingga sering kali, perempuan dianggap rendah bahwa tugas perempuan hanya sekadar pekerjaan domestik. Sehingga, jika untuk masuk ke dalam ranah kepemimpinan, perempuan dipandang sebelah mata dan akan membawa dampak yang negatif terhadap masyarakat.

Pemahaman gender sebetulnya sangat sederhana walaupun pemahamannya sering disamakan dengan pengertian jenis kelamin. Langkah pertama yang harus ditegaskan, bahwa masalah gender tidak dapat dipisahkan dengan jenis kelamin. Keduanya memiliki perbedaan, gender merupakan pembagian antara tugas laki-laki dan perempuan, sedangkan jenis kelamin merupakan konsep biologis yang membedakan antara laki-laki dan perempuan.  

Pembahasan

Di dalam buku yang berjudul “Model Kepemimpinan & Sistem Pengambilan Keputusan”, Menurut Morgan, seorang pemimpin yang baik adalah orang yang dapat mengidentifikasi kebutuhan bawahannya dan memberi mereka pembinaan yang tepat. Maka bukan menjadi standar dalam memilih pemimpin dengan melihat gender nya saja, tetapi lebih dalam melihat karakteristik pemimpin itu sendiri.

Sejarah kepemimpinan perempuan telah diabadikan di dalam Al-Qur’an. Pemimpin negeri Saba’ yang merupakan seoarang perempuan yang bernama Ratu Balqis. Kepemimpinannya yang luhur lagi arif dan bijaksana. Ketika itu kekuasaan Ratu Balqis yang disandingkan dan diserupakan dengan kekuasaan Nabi Sulaiman. Sejarah ini memberikan gambaran kepada kita bahwa kepemimpinan seorang perempuan belum tentu memberikan dampak yang negatif kepada masyarakat.  

Saat ini, kebanyakan masyarakat memandang dalam diri perempuan sangat emosional, lemah, labil, dan sebagainya. Laki-laki, di sisi lain, menyadari bahwa mereka sangat kuat, logis, jantan, dan perkasa dan juga tidak mudah menangis. Sifat dan karakteristik yang dapat dipertukarkan adalah sifat dan kualitas yang dapat berubah dari waktu ke waktu, dari satu tempat ke tempat lain, dan bahkan mungkin terjadi dalam kelas sosial yang berbeda.

Dalam memilih pemimpin tidak harus memandang jenis kelamin. Allah Swt berfirman:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Q.S. Al-Baqarah: 30)

Firman Allah Swt .di atas sudah jelas, bahwasanya khalifah berarti setiap manusia berhak menjadi pemimpin tanpa membedakan jenis kelamin. Tetapi, maknanya bukan hanya sekadar menjadi pemimpin dalam pemerintahan, tetapi juga menjadi pemimpin dalam pendidikan, pemimpin lembaga atau organisasi, pemimpin keluarga, bahkan pemimpin untuk dirinya sendiri. Ayat tersebut diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas, “Masing-masing kamu adalah pemimpin. Dan masing-masing kamu bertanggung jawab atas yang dipimpinnya”.

 Kesimpulan

Dari perspektif kesetaraan gender diyakini bahwa Islam tidak menempatkan hak dan kewajiban yang ada pada tubuh manusia dalam posisi yang berlawanan, hak dan kewajiban tersebut selalu sama di mata Islam bagi dua jenis kelamin yang berbeda. Islam menjunjung tinggi konsep keadilan untuk semua, tanpa memandang jenis kelamin. Islam berada di garis depan dalam upaya membebaskan perbudakan tirani, menuntut persamaan hak dan tidak pernah memberikan prestise hanya pada satu jenis kelamin. Islam lahir sebagai agama yang menyebarkan cinta dan kasih sayang untuk semua. 

 BIONARASI

Penulis bernama Arfian Alinda Herman. Lahir di Enrekang, pada tanggal 07 Agustus 2003. Saya anak pertama dari dua bersaudara. Untuk saat ini status saya sebagai mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Parepare. Mengambil program studi Pendidikan Agama Islam, di Fakultas Tarbiyah semester 4. Saya aktif di salah satu komunitas yang bernama Forkim (Forum Riset dan Karya Ilmiah) yang langsung di naungi oleh LP2M (Lembaga Penelitian dan Penalaran Mahasiswa). Forkim menjadi wadah bagi saya untuk ikut serta dalam ajang International Essay Competition. 

di dalam Opini
Hayana 3 Mei 2023
Label
Arsip