Pemuda yang Ber “Sumpah Pemuda”
Oleh : Sirajuddin, Pustakawan IAIN Parepare
Di laman media sosial bertepatan 28 Oktober 2020 yang dikenal sebagai “Hari Sumpah Pemuda”, narasi, hastag, caption dan status terus di buzzer untuk mendeskripsikan pentingnya hari bersejarah ini.
92 tahun yang lalu tepatnya 28 Oktober 1928 rapat kedua digelar masalah pendidikan adalah hal yang dibahas dalam rapat kedua pada hari Minggu 28 Oktober 1928 di Gedung Oost-Java Bioscoop.
Dari kongres yg dipimpin oleh Mohammad Yamin menghasilkan rumusan ikrar “Sumpah Pemuda”.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Sumpah Pemuda pemaknaan dari cara mencintai dan menghargai keragaman budaya, agama, serta masyarakat. Sebab, keragaman yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
Memaknai hari Sumpah Pemuda dapat juga dilakukan dengan cara lainnya dalam kehidupan yang kita jalani sehari-hari dalam situasi yang berbeda.
Saat ini peran pemuda dan pengaruhnya seakan merangsek ke zaman ini, bergerak bergegas eksitensi digelorakan disetiap waktu.
Pemuda yang punya potensi hari ini adalah mayoritas mereka dari generasi Z yang lahir di tahun antara 1995 sampai 2000 an, generasi dengan piranti digital yang beragam.
Potensi Eksis di Zaman ini
Di zaman ini adakah spirit yang tersisa dari tokoh pemuda di zamannya seperti 13 tokoh pejuang lahirnya “Sumpah Pemuda”.
Lihat saja beberapa aksi demonstrasi para pemuda yang baru- baru ini menuntut dan melakukan penolakan terhadap Undang-undang Cipta Kerja atau lebih dikenal dengan sebutan Omnibus Law.
Ibu Pertiwi yang memberi kehidupan diporak porandakan oleh segelintir orang yang mengatas namakan “yang berkepentingan” melakukan pengrusakan di tengah anjloknya perekonomian bangsa.
Anggapan keliru bahwa ancaman Omnibus Law lebih berbahaya daripada dampak virus korona dan abai untuk berliterasi terhadap 905 halaman naskah Undang-undang Cipta kerja.
Hemat saya orasi butuh seni mencuri perhatian para pemburu berita, mengetuk hati pemangku pemerintahan walau dengan orasi, lihat saja Sasa mahasiswi Universitas Hasanuddin Makassar yang viral memonumen di aksi penolakan Omnibus Law.
Kaos hitam, celana jeans sobek, masker hitam di tangan kanan menggenggam plantang suara, tangan kiri terangkat dengan cantolan sebatang rokok, Sasa berorasi mewakili mahasiswa.
Soekarno mengatakan “jika pemuda sudah berumur 21-22 tahun sama sekali tidak berjuang, tak bercita-cita, tak bergiat untuk tanah air dan bangsa, pemuda begini baiknya digunduli saja kepalanya”. Sebegitu akut ketika pemuda tanpa kreasi dan kerja.
Soekarno dalam pidatonya menyerukan… [next page 2]
28 Oktober, 2020
oleh
webadmin1
di dalam Berita
webadmin1
28 Oktober 2020
Pemuda yang Ber “Sumpah Pemuda”