(Refleksi Pemikiran dalam Bingkai Sosial-Keagamaan untuk Mewujudkan Visi dan Misi Perguruan Tinggi)
oleh : Hj. St. Aminah Azis, Dosen IAIN Parepare
OPINI— Islam sebagai agama wad’un ilāhiyyun, senantiasa sejalan dengan budaya masyarakat selama budaya tersebut tidak bertentangan dengan doktrin Islam, karena doktrin tersebut memasuki masyarakat dan mewujudkan diri dalam konteks sosial budaya (Islamicate) pada masing-masing wilayah atau kawasan.
Hasil budaya tersebut menjadi kekayaan umat Islam dan menjadi peradaban yang spesifik. Agama merupakan sebuah sistem nilai yang memuat sejumlah konsepsi mengenai konstruksi realitas, yang berperan besar dalam menjelaskan struktur tata normatif dan tata sosial serta memahamkan dan menafsirkan dunia sekitar.
Sementara kebudayaan merupakan ekspresi cipta, karya, dan karsa manusia yang berisi nilai-nilai dan pesan-pesan religiusitas, wawasan filosofis dan kearifan lokal (local wisdom). Agama maupun kebudayaan, keduanya memberikan wawasan dan cara pandang dalam menyikapi kehidupan sesuai kehendak Tuhan dan kemanusiaannya.
Agama melambangkan nilai ketaatan kepada tuhan, sedangkan kebudayaan mengandung nilai dan simbol supaya manusia bisa dinamis dalam kehidupannya. Keberadaan sistem agama yang melingkupi masyarakat, mengandung makna kolektifitas yang saling memberi pengaruh terhadap tatanan sosial keberagamaan secara totalitas, namun tidak dapat dipandang sebagai sistem yang berlaku secara abadi di masyarakat.
Namun, terkadang dialektika antara agama dan budaya berubah menjadi ketegangan karena budaya sering dianggap tidak sejalan dengan agama sebagai ajaran ilahiyat yang bersifat absolut.
Islam secara teologis, merupakan sistem nilai dan ajaran yang bersifat ilahiyah dan transenden. Sedangkan dari aspek sosiologis, Islam merupakan fenomena peradaban, kultural dan realitas sosial dalam kehidupan manusia. Dialektika Islam dengan realitas kehidupan sejatinya merupakan realitas yang terus menerus menyertai agama sepanjang sejarahnya.
Sejak awal kelahiran-nya, Islam tumbuh dan berkembang dalam suatu kondisi yang tidak hampa budaya. realitas dalam kehidupan ini, memiliki peran yang cukup signifikan dalam mengantarkan Islam menuju perkembangannya yang aktual sehingga sampai pada suatu peradaban yang mewakili dan diakui oleh masyarakat dunia.
Namun tidak berarti bahwa Islam, budaya, serta hasil budaya dari agama masa lampau dapat disamakan, walaupun sebagian ulama dan cendekiawan muslim memposisikan sama. Dalam hal ini merujuk misalnya pada Q.S. al-baqarah/ 2: 62.;
إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Terjemahnya:
Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Keanekaragaman budaya lokal merupakan potensi sosial yang dapat membentuk karakter dan citra budaya tersendiri pada masing-masing daerah, serta merupakan bagian penting bagi pembentukan citra dan identitas budaya suatu daerah.
Keanekaragaman merupakan kekayaan intelektual dan kultural sebagai bagian dari warisan budaya yang perlu dilestarikan. Seiring dengan peningkatan teknologi dan transformasi budaya ke arah kehidupan modern serta pengaruh globalisasi, warisan budaya dan nilai-nilai tradisional masyarakat adat tersebut menghadapi tantangan terhadap eksistensinya.
Budaya lokal ini muncul saat penduduk suatu daerah telah memiliki pola pikir dan kehidupan sosial yang sama sehingga menjadi suatu kebiasaan yang membedakan mereka dengan penduduk yang lain. Berpijak pada keragaman budaya di sejumlah daerah tersebut maka munculah kesatuan budaya yang disebut budaya nasional, yang pada dasarnya digali dari kekayaan budaya lokal. Budaya lokal merupakan nilai-nilai lokal hasil budi daya masyarakat suatu daerah yang terbantuk secara alami dan diperoleh melalui proses belajar dari waktu ke waktu.
Budaya lokal tersebut bisa berupa hasil seni, tradisi, pola pikir, atau hukum adat. Karena itu, pada dasarnya setiap komunitas masyarakat memiliki budaya lokal (local wisdom), ini terdapat dalam masyarakat tradisional sekalipun terdapat suatu proses untuk menjadi pintar dan berpengetahuan (being smart and knowledgeable). Budaya lokal berisi berbagai macam kearifan lokal (pengetahuan lokal) yang digunakan oleh kelompok manusia menyelenggarakan penghidupannya.
Disinilah makna dan peran penting studi keagamaan di Perguruan Tinggi Islam khususnya untuk melakukan progressif untuk menata ulang perannya sebagai kekuatan studi Islam. Tidak hanya dalam tataran simbolistik belaka, tetapi yang sangat urgen harus menjadi agen terdepan mengawal segala bentuk arus perubahan budaya lokal masyarakat dalam berbagai dimensinya. Lebih dari pada itu, harus terjewantahkan ke dalam pola pemikiran yang ingklusif dan eksklusif dalam memandang realita\s empiris yang mengitari kehidupan sosial-keagamaan.
Nilai Budaya Lokal dalam Kajian Keagamaan… (next page 2)
12 Maret, 2021
oleh
webadmin1
di dalam Berita
webadmin1
12 Maret 2021
Label
blog kami
Arsip
Baca Berikutnya
FEBI Launching Kelompok Studi Pasar Modal (KSPM)
Opini: Perspektif Nilai-Nilai Budaya Lokal dan Hubungannya dengan Agama