تخطي للذهاب إلى المحتوى

Indonesia dan Polemik Efesiensi Anggaran Negara

Oleh: Indah Fitriani Sukri
25 فبراير, 2025 بواسطة
Humas IAIN Parepare

Menjelang 100 hari perjalanan pemerintahan Prabowo Subianto, muncul beberapa kebijakan salah satunya yang sementara menjadi bola hitam adalah soal efesiensi anggaran. Hal ini menjadi sorotan keras dari berbagai kalangan di tengah dinamika politik dan ekonomi nasional Indonesia. Kebijakan utama yang diterapkan adalah melalui bidang anggaran negara yang tertuang dalam Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Efesiensi anggaran ini ditujukan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan keuangan negara, bahkan dilakukan hampir di segala sektor, termasuk imbasnya anggaran pendidikan ikut dipangkas. Hal ini dianggap kontradiktif dan berpotensi pada pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan pidato Presiden Prabowo Subianto hal ini didasari oleh maksud baik, yaitu untuk mengurangi pemborosan pada belanja-belanja yang tidak penting. Namun, pada sisi lainnya jumlah kabinet yang sangat besar justru menunjukkan ketidakefisienan, pengangkatan sejumlah stafsus yang juga menambah beban negara, ditambah lagi baru-baru ini presiden sudah meresmikan ”Danantara”, yang digadang-gadang akan menjadi tabungan masa depan bagi anak cucu. Anggaran dari efesiensi inilah yang disebut dialihkan ke Danantara. Undang-Undang Kementerian Negara memang mengizinkan hingga 46 kementerian, tetapi jumlah menteri dan pejabat setingkat menteri saat ini melebihi 100, dan jelas berlawanan dengan prinsip efesiensi itu sendiri.

Di dalam Undang-Undang Dasar jelas disebutkan bahwa anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN atau APBD. Pemotongan ini bukan hanya bertentangan dengan konstitusi, tetapi juga dengan tujuan negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan umum. Pemerintah beralasan bahwa efesiensi ini dilakukan untuk mengalokasikan dana ke proyek-proyek strategis diantaranya Danantara, yang merupakan sebuah Holding Company untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun perlu diketahui banyak negara dengan kebijakan model yang sama malah bermasalah, seperti skandal 1 Malaysia Development Berhad (1MDB) di Malaysia.

Menjadi pertanyaan besar, bagaimana independensi dan efektivitas Danantara ini? Apakah akan benar-benar memperkuat BUMN, atau sebaliknya menjadi celah korupsi di lingkungan politik yang belum bersih. Selain dampak terhadap Pendidikan dan Kesehatan, kebijakan efesiensi menyebabkan banyak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor, terutama tenaga honorer dan pekerja pada industri yang bergantung pada anggaran negara, banyak gaji hingga pemotongan dilakukan yang mengganggu kesejahteraan masyarakat, terutama guru dan dosen.

Ketika pendidikan dan kesehatan tidak terjamin, ekonomi melemah, serta sistem politik masih korup, ini adalah sinyal kuat bagi pemerintah untuk lebih bijak dalam menjalankan efesiensi, kondisi ini dapat dilihat dari reaksi keras masyarakat melalui aksi demonstrasi terhadap kebijakan pemerintah dengan tagar #IndonesiaGelap. Hal ini menggambarkan kerkhawatiran terhadap masa depan suram. Dengan semakin meningkatnya kritik terhadap kebijakan ini, harapannya pemerintah dapat memberikan solusi konkret yang tidak hanya berbasis efesiensi angka, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan rakyat dan keberlanjutan pembangunan nasional, dan pembangunan sumber daya manusia. (Ifs/Srh)

في رأي
Humas IAIN Parepare 25 فبراير 2025
علامات التصنيف
أرشفة