DR KH Nasrulloh Afandi Membedah Fatwa Resolusi Jihad Perspektif Maqashid Syariah di IAIN Parepare Sulsel

21 November, 2023 oleh
Hayana
| No comments yet

Dalam rangkaian puncak  acara memperingati Hari Santri Nasional 2023 IAIN Parepare. Di sela-sela safari dakwah dan rihlah ilmiah di Sulawesi Barat dan Selatan, DR KH Nasrulloh Afandi, Lc, MA(Gus Nasrul)  21-28 Oktober  2023, jauh-jauh dari pesantren Balekambang Jepara Jawa Tengah, berkenan mengisi kuliah umum  Maqashid Syari’ah, 24 Oktober 2023, di auditorium IAIN tersebut, dengan tema: Cinta Tanah Air perspektif Maqashid syari’ah.

Gus Nasrul, sapaan akrab doktor maqashid Syariah Summa Cum laude jebolan universitas al-Qurawiyin Maroko itu, memberi kuliah umum, luar biasanya antusias diikuti oleh ribuan mahasiswa, para dosen, para santri dan para kiyai pengasuh dari 32  pondok pesantren di Sulawesi Selatan. Berasal dari kabupaten. Tana Toraja, Enrekang, Soppeng, Barru, Sidrap, Pinrang, Parepare.

Dimensi Maqashid Syariah Fatwa Resolusi Jihad

Dalam kesempatam tersebut, ia menegaskan: Kita tahu pada 14 September 1945, Rois Akbar PBNU KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa jihad: “Bahwa membela Tanah Air melawan penjajah hukumnya fardlu ain(Wajib bagi setiap warga negara). Dan umat Islam yang meninggal dalam perjuangan tersebut adalah mati syahid”. Demikian kutip Gus Nasrul yang juga ketua Pusat Persatuan Guru NU / PERGUNU tersebut.

Fatwa jihad tersebut, lanjut Gus Nasrul, kemudian diikuti Nahdlatul Ulama dengan mengeluarkan Resolusi Jihad di Surabaya pada 22 Oktober 1945 dan di Purwokerto 29 Maret 1946.

Dalam kesempatam tersebut, Gus Nasrul menegaskan: Kita semua tau, bahwa hari santri Nasional  ditandai berawal dari peristiwa fatwa Mbah Hasyim Asy’ari, yang berbunyi :

”Berperang menolak dan melawan penjajah itu fardlu ’ain yang harus dikerjakan oleh tiap-tiap orang Islam, Iaki-Iaki, perempuan, anak-anak, bersenjata atau tidak) bagi yang berada dalam jarak Iingkaran 94 km dari tempat masuk dan kedudukan musuh. Bagi orang-orang yang berada di Iuar jarak Iingkaran tadi, kewajiban itu jadi fardhu kifayah (jang cukup, kalau dikerjakan sebagian saja). . .”

Menganalisa fatwa KH Hasyim Asy’ari tersebut, beberapa hal menarik untuk dikaji dan paparkan, diantaranya adalah:

Pertama: Fatwa tersebut berbunyi; “Membela tanah adalah bagian dari imam,  fardu Ain (Wajib bagi setiap warga negara) untuk membela Tanah Airnya”.

Kedua: Bahkan lebih tegas lagi, kiyai Hasyim Asy-ari menyatakan: “Dan barang siapa yang gugur dalam melawan penjajah, adalah mati Syahid". Tutur Gus Nasrul yang juga  wakil ketua komisi kerukunan antar ummat beragama MUI pusat itu.

Di konteks ini, kita perlu menegaskan dan menaganalisa dalam perspektif Maqashid Syari’ah. Kenapa mbah kiyai Hasyim Asy'ari, menyatakan cinta tanah air adalah bagian dari iman?  

Padahal, tidak ada satupun ayat al-Quran, tidak ada satupun  hadits Nabi yang menyatakan hal itu? Termasuk tidak ada satupun pendapat ulama madhab atau ulama modern yang mengatakan hal itu !?

Saya berpendapat: “Hal tersebut, bukti bahwa KH Hasyim Asy'ari adalah sangat mumpuni dalam bidang ilmu Maqashid Syari’ah, dan tidak diragukan lagi. Mbah Hasyim pendiri NU dalam mengeluarkan fatwa resolusi jihad adalah, karena beliau  berlandasan analisis Ilmu maqashid Syariah”. Tutur Gus Nasrul yang juga wakil sekretaris PWNU Jawa Tengah itu.

Mari kita analis. Dalam pokok  Maqashidus syariah. Berupa dhoruriyatul choms(Lima hal yang wajib di pertahankan)  

Dalam kitab-kitab Maqashid Syariah, semua ulama spesialis Maqashid Syari’ah, mulai ulama terdahulu seperti bapak Maqashid Syari’ah Imam Syatiby dalam kitabnya al-Muwafaqoth, yang merupakan babon ilmu maqashid Syari’ah, Juga  Imam  al-Juwaeni, hingga ulama maqashid syari’ah modern terkemuka sekelas Syeikh Ahmad Ar-Risouni, --beliau yang memberi judul disertasi doktor saya--, dalam berbagai buku maqashid syari’ah modern karyanya, diantaranya dalam kitab yang asalnya disertasi doktor beliau, berjudul: “Nadhoriyah Al-Maqashid ‘Inda Imam Asy-Syatiby”. Tutur Gus Nasrul.

Semuanya para ahli maqashid terkemuka berpendapat, bahwa : hifdhun nafs(Menjaga Jiwa) , Hifdhu ‘Aql(Menjaga ketenangan Akal), Hifduddin(Menjaga agama) dan Hifdunnasab(Menjaga Nasab), Dan hifdhul mal (Menjaga Harta)  Lima hal tersebut wajib dijaga hingga titik darah penghabisan.

Kita semua mafhum, sedangkan para penjajah, kala itu nyata-nyata melanggar, lima hal pokok tersebut, nyata-nyata oleh para penjajah jelas-jelas diporak -porandakan semua norma - norma syariat Islam tersebut.

Pertama: Mereka membunuh ribuan penduduk Indonesia yang tidak bersalah, jelas penjajah melanggar unsur hifdhun nafs(Hak menjaga Jiwa)

Kedua: Menganggu ketenangan otak pikiran penduduk Indonesia, jelas melanggar asas  Hifdhu Aql(Hak menjaga ketenangan akal.

Ketiga: Mereka juga melakukan kristenisasi, jelas melanggar asas  Hifdud din(Hak menjaga agama)

Keempat: Mereka para penjajah memperkosa para gadis - gadis Indonesia. Jelas melanggar asas  Hifdun nasab(Hak menjaga nasab)

Kelima: Merampok kekayaan negara Indonesia. Jelas melanggar asas  hifdhul mal (Hak menjaga harta)

Jelaslah, dosa- dosa besar  tersebut semua dilakukan, dan bahwasannya para penjajah nyata- nyata, melanggar totalitas asas maqashid syari’ah. Tegas Gus Nasrul yang aktif berdakwah di berbagai provinsi di Indonesia itu.

Maka, tinjauan maqashid syari’ah, atas landasan faktor tersebut, wajarlah bila Hadrotussyeikh KH Hasyim Asy'ary menyatakan:

 "Cinta tanah Air bagian dari iman, wajib bagi setiap warga negara Indonesia melawan penjajah, dan barang siapa gugur  melawan penjajahan adalah mati syahid".

Maqashid Syariah Tertinggi di Mata KH Hasyim Asyari

Terdapat perbedaan pendapat diantara para Ulama Maqashid Syari’ah, tentang urutan pertama dari Dhoruriyyah al-Choms (Lima hal pokok kemaslahat syariat yang wajib di pertahankan) ada yang mendahulukul hifdud din(Hak menjaga agama) adalah urutan nomer satu. Di atas 4 dhoruriyyah empat lainnya di atas tadi.

Tetapi, dalam fatwa resolusi jihad, juga jelas prinsip KH Hasyim Asy’ari. Jelaslah Mbah Kiyai Hasyim Asy-ari mendahulukan Hifdunnafs(Hak menjaga jiwa) pada posisi pertama, dan tidak mendahulukan  hifduddin(Hak menjaga agama)  Tegas Gus Nasrul.

Kita amati, Dalam fatwa resolusi jihad, Mbah Hasyim Asy’ari mengalahkan dua Maslahat sekaligus, yaitu maslahat  Hifduddin(menjaga agama) dan hifdul aql(menjaga akal) mendahulukan maslahat hifdunnafs(Hak menjaga jiwa) Tepatnya dua hal yang sedang dijalani oleh para santri mencari ilmu di pesantren.

Buktinya, kala itu KH Hasyim Asy’ari memerintahkan para santri se Indonesia, untuk sementara meninggalkan belajar mengaji di pesantren,  --sekali lagi, yang merupakan dari hifdul aql(Hak menjaga aqal) dan sekaligus hifduddin(Hak menjaga agama)--, tetapi Mbah Hasyim Asy’ari memerintah para santri sementara meninggalkan belajar mengaji, mendahulukan keluar dari pesantren, turun medan peperangan.

Bagi kiyai Hasyim Asy’ari, karena melawan penjajah adalah bagian terpentingnya, yaitu hifdunn nafs(Hak menjaga jiwa) Tampak jelas, kiyai Hasyim Asy’ari mendahulukan maqashid hifdunafs( Hak menjaga jiwa) pada urutan tertinggi atau pertama, di atas maslahat lainnya.

Hal itu, juga sesuai dalam disertasi doktor saya, berjudul: “al-fikrul al-Maqashidy Wa atsaruhu Fi fatawa al-Majami’ al-Fiqhiyyah Al-Mu’asyiroh”(Universitas al-Qurawiyin 2017). Tutur Gus Nasrul,

Mari kita analisa. Sebagai mana data kitab-kitab kuning, fikih klasik yang diajarkan di pesantren-pesantren,  mencontohkan: “Orang yang sedang solat di pinggir sungai, tiba-tiba melihat orang yang tenggelam, maka saat itu wajib membatalkan solatnya, wajib menolong untuk menyelamatkan nyawa orang yang tenggelam tersebut”.

Nah, kita mafhum, padahal hukum asal dalam perspekti fikih, adalah haram dengan sengaja membatalkan solat. Tetapi dalam kondisi seperti itu justeru wajib membatalkan solatnya. Melakukan solat ada maslahat Hifduddin(Menjaga Agama) Tetapi menolong nyawa yang terancam adalah Hidun nafs( Hak menjaga jiwa) Harus didahulukan, maka kondisi tersebut, seseoarang wajib membatalkan solatnya.

Jadi, saya berpendapat, jelaslah bahwa mbah Kiyai Asy'ary adalah bapak maqashid Syariah Indonesia Pertama. Tegas Gus Nasrul.

Mencari Ilmu bagian dari Iman

Jika, Mbah Kiyai Hasyim Asy'ari menyatakan cinta Tanah Air adalah bagian dari iman. Di forum ini,  juga saya berani menegaskan: “Mencari  ilmu di era ini, adalah bagian dari iman". Meski hal itu tidak ada dalam ayat al-Quran, atau hadits Nabi. Tegas Gus Nasrul yang juga alumnus pesantren Lirboyo Kediri itu.

Ya, jika dulu jihad generasi muda, khususnya, para santri pesantren, adalah di medan perang melawan penjajah. Maka jihad generasi abad ini, dimana santri tidak lagi dituntut turun medan peparangan angkat senjata, maka bersungguh–sungguh dalam mencari ilmu adalah jihad terbesar para santri, abad ini.

 Siapa Komunitas Santri?

Sebagai materi tambahan, dalam kesempatan teresbut, Gus Nasrul juga memaparkan arsip artikel opini nya berjudul: Peta Kemajemukan Santri(Koran Duta Masyarakat: 2004) Yang membagi komunitas santri menjadi dua.

 Pertama : Santri Profesi

Santri profesi adalah sebuah gelar, bagi santri yang profesinya belajar dan bernaung menimba ilmu di pondok pesantren, 24 jam berada di pondok pesantren, 24 jam belajar ilmu agama di pondok pesantren, dan 24 jam dibimbing oleh kiyai di pondok pesantren.

 Kedua: Santri Kultural

Sedangkan santri kultural, yaitu mereka yang tidak pernah belajar di pondok pesantren, mereka yang tidak pernah menuntut ilmu di pondok pesantren, tetapi dalam kehidupan sehari-hari akhlaknya seperti akhlak santri, ibadahnya seperti ibadah santri, dan keluarganya rajin beribadah dan berakhlak santri, sehingga sering disebut, si “fulan” keluarganya adalah keluarga santri, meski tidak pernah menempuh pendidikan di pondok pesantren.

Tutur Gus Nasrul yang juga alumnus pesantren Sarang Rembang era KH Maimun Zuber tersebut.

Empat Unsur Fatwa Resolusi Jihad

Dalam kesempatan tersebut, Gus Nasrul juga menjelaskan bagaimana unsur-unsur fatwa resolusi jihad itu bisa terjadi, dan bisa tewujud. Setidaknya ada empat unsur pokok pendorong yang melahirkan fatwa resolusi jihad.

 Pertama: Adanya ancaman keamanan dan stabilitas negara yang nyata-nyata mengancam. Kedua : Adanya komunitas para kiyai.  Ketiga: Adanya komunitas pesantren. Keempat: Adanya  komunitas santri.

 Jika tidak adanya empat unsur tersebut, maka tentu tidak akan terwujud fatwa resolusi Jihad.

 Fungsi Memperingati Hari Santri

 Adapun esensi memperingati hari santri nasional, ada tiga poin terpenting yang perlu diketahui, yaitu:

Pertama, ekpresi bersyukur kepada Allah SWT, atas nikmat kemerdekaan.

Kedua, mengenang perjuangan para santri, dan para kiyai,

Ketiga, membangkitkan kembali semangat juang generasi muda, dengan sebab memeperingati hari santri, sarana mengenang  perjuangan para pendahulu.

 Demikian pemaparan ilmiah Gus Nasrul, dalam forum terhormat yang juga dihadiri DR Guruta Hannani, M. Ag (Rektor IAIN Parepare yang juga menjadi Ketua PCNU Parepare Sulawesi Selatan) Para wakil rektor, para dekan, warek, para, dosen, ribuan mahasiswa, puluhan kiyai dan santri pesantren undangan dari 32 Pesantren, dari sejumlah kabupaten sekitar(Admin)


 

DR KH Nasrulloh Afandi, Lc, MA*

*Atau Gus Nasrul, adalah Doktor Maqashid Syari’ah Summa Cum Laude Universitas al-Qurawiyin Maroko, Wakil ketua komisi kerukunan antar Ummat beragama MUI pusat. Ketua pimpina Pusat PERGUNU. Kiyai Pondok Pesantren Balekambang Jepara Jateng.

di dalam Berita
Hayana 21 November, 2023
Label
Arsip
Masuk to leave a comment