OPINI—Transformasi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang dimulai pada awal tahun 2000-an menuai hasil. Pembangunan dan kemajuan PTKIN yang diraih hari ini kelihatan nyata sangat akseleratif. PTKIN (STAIN, IAIN, UIN) bukan lagi menjadi perguruan tinggi alternatif atau pilihan nomor dua, tetapi menjadi perguruan tinggi pilihan pertama bagi masyarakat.
Sebelum bertransformasi, PTKIN (STAIN, IAIN, UIN) hanya diminati oleh sebagian kecil masyarakat. Itu pun dinominasi oleh alumni dari Madrasah Aliyah (MA) dan Pesantren. Jika pun ada alumni dari SMA atau SMK, kemungkinan saja mereka kesasar atau tidak ada pilihan terakhir, alias terpaksa karena gagal masuk ke perguruan tinggi umum.
Jumlah peminat yang mendaftarkan diri di PTKIN melalui jalur SPAN UM PTKIN mengalami tren peningkat dari tahun ke tahun. Data peserta UM-PTKIN tahun 2018 yang diperoleh penulis dari portal Kemenag RI menunjukkan bahwa jumlah pendaftar mencapai 103.444. Tahun berikutnya meningkat 122.981 dan 135.444 tahun 2020.
Berdasarkan asal propinsi peserta UM-PTKIN 2019, ternyata yang mendominasi berasal dari Jawa Timur sebanyak 23.910 orang (19%), disusul Jawa Tengah sebanyak 14.898 orang (12%), dan Jawa Barat sebanyak 12.278 orang (10%). Setelah ketiga provinsi tersebut, disusul oleh Sulawesi Selatan sebanyak 10.252 orang (8%), Sumatera Utara sebanyak 7.385 orang (6%), dan Lampung sebanyak 6.608 orang (5%).
Yang menarik adalah data UM-PTKIN tentang asal lembaga pendidikan yang telah diikuti oleh peserta. Ternyata, lulusan Sekolah (SMA dan SMK) itu lebih banyak dibanding dengan lulusan Madrasah Aliyah yang mengikuti UM-PTKIN. Ditemukan sebanyak 55,02% atau 67.664 orang justeru berasal dari lulusan SMA dan SMK. Lulusan SMA sebanyak 52.297 orang (SMA Negeri = 40.435 orang, SMA Swasta = 11.862 orang) dan lulusan SMK sebanyak 15.367 orang (SMK Negeri = 9.139 orang, SMK Swasta = 6.228 orang).
Sementara lulusan Madrasah Aliyah yang mengikuti UM-PTKIN mencapai 41,79% atau 51.390 orang. Lulusan MA Negeri sebanyak 24.142 orang dan MA Swasta sebanyak 27.248 orang. Jika melihat data ini, maka lulusan MA Negeri yang mengikuti UM-PTKIN sebanyak 24.142 orang itu hanyalah separuh (tepatnya 59,70%) dari lulusan SMA Negeri yang mencapai 40.435 orang.
Selain lulusan dari SMA/SMK dan MA itu, peserta UM-PTKIN yang lulusan pondok pesantren, seperti SPM (Satuan Pendidikan Muadalah), PDF (Pendidikan Diniyah Formal), dan Program Wajar Dikdas, sebanyak 2,71% atau 3.331 orang saja. Sementara lulusan dari lembaga lain sebanyak 0.48% atau 595 orang.
Dari kacamata penulis, meningkatnya minat alumni SMA dan SMK melanjutkan kuliah di PTKIN (STAIN, IAIN, UIN) seiring sejalan dengan pengembangan keilmuan yang semakin inklusif melalui program integrasi ilmu agama dengn ilmu umum. Transfomasi bentuk PTKIN, secara subtantif merubah sistem dan pola pengembangan keilmuan di PTKIN. Sebelumnya, PTKIN secara eksklusif hanya mengembangkan ilmu-ilmu agama, khususnya agama Islam.
Sistem dan pola pengembangan keilmuan yang eksklusif tersebut ditinggalkan dengan melakukan upaya integrasi keilmuan. Ilmu-ilmu agama Islam dipadukan dan diintegrasikan dengan ilmu-ilmu umum yang bersifat ilmu sosial, ilmu alam, dan bahkan sains sebagai satu kesatuan.
Dengan demikian, ditemukanlah perubahan istilah dalam penamaan fakultas dan program studi yang menyandingkan ilmu agama dan ilmu umum di PTKIN. Seperti, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Fakultas Ushuluddin Adab dan Komunikasi. Dalam program studi temukan Akuntasi Syariah, Jurnalistik Islam, Hukum Pidana Islam, Manjemen Pendidikan Islam, dll.
Tentu saja, penggunaan istilah tersebut tidak sebatas simbolik (nama) tetapi juga termanifestasi dalam kurikulum pendidikan. Baik nama-nama mata kuliah, silabi, bahan ajar, metode keilmuan, dan metode pengajaran secara keseluruhan mengitegrasikan ilmu agama dan ilmu umum pada rananya masing-masing.
Tranformasi PTKIN berbasis integrasi keilmuan memberi ruang yang luas kepada masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam untuk memenuhi ekspektasi mereka terhadap kehidupan dunia dan akhirat sekaligus. Dua aspek yang harus menjadi titik keseimbangan, sebagaimana istilah BJ Habibie, yaitu IPTEK dan IMTAQ.
Dalam perspektif ilmu manajemen pemasaran, transformasi PTKIN merupakan wujud dari strategi diferensiasi produk. Kemasan dan produk PTKIN dibuat secara berbeda agar lebih menarik terhadap suatu pasar sasaran tertentu. Keberanian PTKIN melakukan diferensiasi pengembangan keilmuan membuka jalan dalam memperluas segmentasi pasarnya, sehingga tidak hanya menyasar alumni madrasah atau pesantren tetapi juga merebut pasar dari alumni SMA dan SMK. (*)
28 Januari, 2022
oleh
| No comments yet
webadmin1
di dalam Berita
webadmin1
28 Januari, 2022
Label
blog kami
Arsip
Masuk to leave a comment
Ketika Alumni SMA/SMK Berlomba-lomba Masuk PTKIN