Dikukuhkan sebagai Guru Besar, Ahmad Sultra Rustan : Komunikasi sebagai Solusi Sikapi Perbedaan dan Dukung Moderasi Beragama

21 Februari, 2023 oleh
Hayana

Humas IAIN Parepare -- Prof. Dr. Ahmad Sutra Rustan, M.Si., dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Komunikasi pada Sidang Senat Terbuka Luar Biasa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare di Gedung Auditorium IAIN Parepare, Selasa (21/2/2023).



Prosesi pengukuhan ini dihadiri langsung oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI, Prof. Dr. H. Nizar, M.Ag., Seluruh Civitas Akademik IAIN Parepare, dan tamu undangan yang tampak memenuhi gedung Auditorium IAIN Parepare. 



Pada pidato pengukuhannya yang bertajuk "Integrasi kompetensi komunikasi antar budaya dan sikap moderasi beragama", Ahmad Sultra, panggilan akrabnya, memulai pidatonya dengan mengangkat Ayat Suci Alquran, Q.S. Al Hujurat ayat 13 sebagai landasan berpikirnya. Hal ini merupakan refleksi terhadap kondisi heterogenitas sosial budaya masyarakat Indonesia. 

"Perbedaan bangsa, etnik, agama, merupakan kenyataan tak terhidarkan dalam kehidupan. Perbedaan sejatinya memberikan kebahagiaan dan kemajuan kehidupan manusia. Sehingga kehidupan diorientasikan pada kesadaran adaptasi perbedaan dibanding menentang perbedaan itu sendiri," jelas pria yang pernah menjabat Ketua STAIN IAIN Parepare periode 2014-2018 dan Rektor IAIN Parepare periode 2018-2022 ini. 

Lebih lanjut, Ahmad mengemukakan urgensi merawat keberagaaman demi keutuhan NKRI. Namun, keniscayaan akan konflik atas perbedaan pun tidak terelakkan. Sehingga, menurutnya, sikap moderasi beragama ini pun perlu senantiasa dipelihara dengan menghidari sikap prasangka (prejudice), stigma, dan etnosentrisme. Secara sederhana, Ia pun mencontohkannya seperti fenomena saling membid'ahkan dan "mempemalikan" di kalangan masyarakat. 

Diujung pidatonya, Guru Besar kelahiran Kendari berdarah Bugis ini pun menawarkan solusi yang merupakan kompetensi komunikasi antar budaya yang dapat mendukung dan mewujudkan moderasi beragama. Ia menilainya sebagai sikap nyata yang rasional yang butuh untuk diimplemetasikan. 

"Yang pertama adalah pengurangan ketidakpastian (uncertainty). Seseorang yang berkomunikasi ataupun mengalami kondisi tanpa kepastian informasi, akan membuat kepanikan dan kegelisahan yang berujung prasangka. Berbeda jika kita berkomunikasi pada orang yang kita tahu seluk beluknya maka prasangka sosial akan teratasi. Sehingga kita harus mengantisipasi ketidakpastian ini," jelasnya. 

"Yang kedua adalah kontrol penyesuaian ketidaknyamanan (anxiety). Ini berangkat dari teori yang berbicara tentang keefektifan komunikasi antar budaya dengan dasar konsep bahwa untuk mencapai komunikasi efektif dengan orang asing atau berbeda budaya adalah (perlu) kemampuan untuk mengontrol perasaan ketidaknyamanan dan mencari persamaan," tutupnya. (mm/alf)





di dalam Berita
Hayana 21 Februari, 2023
Label
Arsip