Rektor IAIN Parepare Paparkan Fikih Ekologi Berbasis Budaya di Konferensi Internasional di Malaysia

24 Oktober, 2024 oleh
Hartini

Humas IAIN Parepare -- Rektor IAIN Parepare, Prof. Dr. Hannani, M.Ag tampil sebagai salah satu keynote speaker (pembicara utama) dalam The 3rd Samarah International Conference on Islamic Law and Islamic Family Law di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Kamis, 24 Oktober 2024.


Dalam konferensi bergengsi ini, Prof Hannani menyampaikan sebuah presentasi yang bertajuk “Kerangka Terpadu Fikih Ekologi Berbasis Budaya”, yang menggarisbawahi integrasi antara paradigma teologis Islam dan kearifan lokal Sulapa Appa sebagai pendekatan baru dalam tata kelola lingkungan yang berkelanjutan.


Dalam presentasinya, Prof. Hannani memaparkan bahwa degradasi lingkungan yang terjadi akibat industrialisasi, deforestasi, dan polusi menuntut adanya pendekatan yang lebih holistik dan komprehensif dalam mengelola sumber daya alam.


"Pendekatan ekologi yang menggabungkan prinsip Tauhid dengan budaya lokal seperti Sulapa Appa mampu menciptakan tata kelola lingkungan yang tidak hanya mengedepankan keberlanjutan, tetapi juga memelihara keseimbangan kosmologis antara manusia, alam, dan Tuhan,” ungkapnya.


Tauhid, sebagai prinsip utama dalam Islam yang menekankan kesatuan Tuhan, dipadukan dengan konsep Khalifah (pengelolaan) dan Ihsan (perilaku unggul), menjadi landasan utama dalam kerangka fikih ekologi ini. Di sisi lain, Sulapa Appa, kearifan lokal masyarakat Kajang di Sulawesi Selatan—dikenal memiliki filosofi keseimbangan yang mencakup empat elemen: tanah, air, angin, dan api, yang kesemuanya berkaitan erat dengan upaya pelestarian alam.


“Pengintegrasian Tauhid dengan Sulapa Appa menghasilkan kerangka tata kelola lingkungan yang tidak hanya relevan secara teologis, tetapi juga memiliki kepekaan budaya,” ujar Prof Hannani.


Ia menekankan bahwa pendekatan ini tidak hanya dapat diterapkan dalam konteks lokal di Indonesia, tetapi juga dapat diadaptasi secara global untuk mengatasi berbagai tantangan ekologi modern.


Dalam kesempatan itu, Prof Hannani juga memaparkan metode penelitian yang digunakan dalam pengembangan kerangka ini, yaitu dengan pendekatan kualitatif melalui analisis konten dari teks Amatoa ri Kajang, Al-Qur'an, Hadis, dan literatur terkait fikih ekologi dan Sulapa Appa.


Fokus analisisnya adalah interaksi antara etika ekologi Islam dan kearifan lokal dalam menciptakan tata kelola lingkungan yang berkelanjutan.


Sebagai penutup, Prof. Hannani menyimpulkan bahwa kerangka fikih ekologi berbasis budaya ini menawarkan kontribusi signifikan dalam memberikan panduan etika dan hukum untuk pengelolaan sumber daya alam yang sesuai dengan ajaran Islam dan kearifan lokal.


"Dengan menciptakan pendekatan yang menyatukan dimensi spiritual dan budaya, kita dapat menciptakan tata kelola lingkungan yang lebih seimbang dan berkelanjutan," tutupnya.


Konferensi internasional yang dihadiri oleh akademisi dan pakar hukum Islam dari berbagai negara ini diharapkan dapat menjadi wadah diskusi dan kolaborasi untuk memperkuat pemahaman dan penerapan hukum Islam dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam konteks lingkungan. (*)


Penulis : Dr Fikri

Editor : Alfiansyah Anwar

di dalam Berita
Hartini 24 Oktober, 2024
Label
Arsip