OPINI: Ada Apa dengan Kuningan?

29 يوليو, 2024 بواسطة
Hayana

Oleh : Arfian Alinda Herman

(Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, IAIN Parepare)


OPINI---Penantian seorang Ratu kepada Raja, sebuah perumpamaan perjalanan kami untuk mengabdi kepada masyarakat. Perpindahan pulau dari Kota Parepare menuju Kuningan, Bandung, seperti menyusuri jalan yang dilapisi dengan batu keberagaman dan sinar kehangatan. Kota Kuda itu menanti, menawarkan pelukan sejuk yang menghargai setiap warna dalam keberagaman agama.


Kami bergabung dalam KKN moderasi beragama IV se-Indonesia, di mana warna-warni almamater menjadi latar belakang indah bagi pertemuan jiwa yang berbeda. Setiap almamater menceritakan kisah unik, tetapi tidak pernah membatasi untuk merangkul dan memahami satu sama lain.


Memulai perkenalan seperti mengelus-elus aliran sungai yang bercabang dari Sabang hingga Merauke, menantang tapi menggugah. Bahasa-bahasa yang beragam menjadi lanskap indah yang mengajarkan untuk menghargai setiap nada yang berbeda.


Sebelum meniti jalan masyarakat, para sesepuh moderasi beragama memberi bekal seperti hujan lebat yang meresap ke tanah kering. Pembimbingan dilakukan melalui ladang kehidupan yang beragam, membuka mata untuk melihat dan hati untuk merasakan. Inilah titik awal yang mendalam untuk menerapkan program Sistem Pemberdayaan Masyarakat (Sisdamas), sebuah perjalanan yang mengalir untuk menelisik persaudaraan atas keberagaman.


Ada Apa dengan Kuningan?


Kuningan, sebuah permata tersembunyi di Bandung, yang dijuluki "Kota Kuda," kini menjadi panggung utama bagi KKN moderasi beragama IV yang dihadiri oleh mahasiswa dari seluruh kampus PTKN se-Indonesia, baik Islam maupun non-Islam. Seperti matahari yang terbit dari timur, kegiatan ini dipelopori oleh UIN Bandung sebagai tuan rumah.

Bahasa Sunda, dengan kelembutan logatnya, menjadi melodi keberagaman yang menyejukkan telinga dan hati. Kuningan, tempat di mana dinamika kehidupan beragama mengalir seperti sungai yang menghargai setiap batu yang dilewatinya, menjadi contoh nyata bagaimana iman bukan hanya tentang keyakinan, tetapi juga pemahaman dan penghargaan. Di Kelurahan Cigugur, lima agama—Islam, Kristen, Protestan, Katolik, Hindu, dan Sunda Wiwitan—berharmoni seperti simfoni yang indah, menulis kisah tentang komunikasi antaragama.


Di tengah keindahan alam Kuningan, mahasiswa dari berbagai latar belakang dan kepercayaan berkumpul, berbagi cerita, dan belajar tentang pentingnya moderasi beragama. Tidak hanya mengeksplorasi teori, tetapi juga terlibat langsung dalam kehidupan masyarakat setempat, yang memperlihatkan bagaimana keberagaman dapat menjadi kekuatan pemersatu.


Setiap langkah di Kuningan adalah pelajaran tentang toleransi. Setiap interaksi adalah kesempatan untuk memahami lebih dalam tentang satu sama lain. Melalui dialog, diskusi, dan kegiatan bersama, mahasiswa KKN moderasi beragama IV belajar untuk menciptakan dunia yang lebih damai dan harmonis.


Kuningan, dengan segala pesonanya, menjadi saksi bisu dari upaya keras para mahasiswa ini. Mereka belajar bahwa keberagaman bukanlah hal yang perlu ditakuti, tetapi dirayakan. Dengan semangat yang membara serta tekad untuk membawa pesan ini kembali ke kampus masing-masing, menjadi agen perubahan yang akan menyalakan api moderasi dan toleransi di seluruh Indonesia.


Keberagaman sebagai Tolok Ukur Kerukunan


Keberagaman ini bukanlah sekadar mosaik yang memisahkan, tetapi adalah benang emas yang merajut kerukunan. Seperti ayat QS Al-Kafirun yang berkata, "untukmu agamamu dan untukku agamaku," di Kuningan, perbedaan menjadi alasan untuk bersatu, bukan berselisih.


Di sini, masyarakat hidup dalam harmoni, saling menghormati keyakinan dan budaya satu sama lain. Tradisi dan kepercayaan yang berbeda justru menjadi jembatan yang menghubungkan hati dan pikiran, menguatkan ikatan kemanusiaan di tengah perbedaan. Kuningan menjadi contoh nyata bahwa dalam keragaman, kita menemukan kekuatan dan kedamaian, serta inspirasi untuk terus membangun kehidupan yang lebih baik bersama.


Tradisi dan acara di Kuningan

Maulid Nabi di sini diwarnai oleh pawai yang diikuti oleh berbagai agama. Pesta durian, dengan bazar dan kejuaraannya, menjadi perayaan syukur yang melibatkan seluruh masyarakat Kuningan. Serentawun, atau Rayagung/Zulhijjah, upacara adat tahunan Sunda Wiwitan, adalah penghormatan atas melimpahnya hasil alam, diikuti oleh semua kalangan, seperti pelangi yang muncul setelah hujan.


Setiap perayaan ini bukan hanya menonjolkan kebudayaan masing-masing, tetapi juga menunjukkan bahwa kebersamaan dan kerukunan dapat ditemukan dalam setiap langkah dan senyum warga. Ketika pawai Maulid Nabi melewati jalan-jalan, terlihat bagaimana keragaman iman menjadi satu dalam semangat yang sama. Pesta durian menjadi ajang di mana warga saling berbagi rezeki, merasakan manisnya buah yang menjadi lambang keberkahan.


Serentawun, dengan nuansa sakral dan meriah, menyatukan semua hati dalam rasa syukur yang mendalam, mencerminkan keindahan keberagaman yang terjalin erat di Kuningan. Di sinilah, kita belajar bahwa perbedaan adalah kekayaan yang membuat hidup lebih berwarna dan penuh makna.


Wisata dan Kuliner di Kuningan


Kuningan dengan keindahan alamnya seperti Gunung Ciremai, Waduk Darma, dan Curug Putri Palutungan, menawarkan panorama yang menyejukkan mata dan hati. Gunung Ciremai, dengan puncaknya yang megah dan udara segar pegunungan, menjadi tempat favorit bagi para pendaki dan pencinta alam yang ingin menikmati pemandangan dari ketinggian. Waduk Darma, dengan airnya yang tenang dan pemandangan matahari terbenam yang memukau, mengundang siapa saja untuk bersantai dan menikmati ketenangan. Curug Putri Palutungan, dengan air terjunnya yang jernih dan gemericik air yang menenangkan, menjadi tempat sempurna untuk melepas lelah dan merasakan kedamaian.


Wisata kulinernya, dengan Hucap, Jeniper, tape ketan, dan makanan khas lainnya, memanjakan lidah setiap pengunjung. Hucap, dengan perpaduan tahu dan kecap yang sempurna, memberikan cita rasa yang unik dan khas. Jeniper, minuman segar dari jeruk nipis peras, menyegarkan tenggorokan dan menambah semangat. Tape ketan, dengan rasa manis dan tekstur lembutnya, menjadi cemilan yang tak terlupakan. Setiap hidangan ini bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga cerita dan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi.


Kuningan tidak hanya menawarkan pemandangan yang indah dan kuliner yang lezat, tetapi juga pengalaman yang kaya akan budaya dan keramahan penduduknya. Di sini, setiap sudut kota dan desa menyambut pengunjung dengan kehangatan dan senyuman, menjadikan Kuningan tempat yang selalu dirindukan untuk kembali.

Kuningan adalah tempat di mana keberagaman bukanlah sekadar kata, tetapi napas kehidupan sehari-hari. Di sinilah kita belajar bahwa kebersamaan dalam perbedaan adalah kekuatan sejati, seperti lukisan yang indah, setiap warna memiliki tempatnya, bersama menciptakan harmoni. (*)


Editor : Alfiansyah Anwar

في رأي
Hayana 29 يوليو, 2024
علامات التصنيف
أرشفة